Selasa, 08 Juni 2010

Bekerja Dalam Islam

ISLAM adalah agama amal (pekerjaan) sebab kualitas keyakinan kepada Allah SWT yang terpatri dalam diri seorang muslim sangat ditentukan oleh kemampuannya untuk mengaktualisasikan dalam kehidupan. Maka, selalu saja dalam Al-Quran kalimat amanu (beriman) digandengkan dengan kalimat a’milu (bekerja) dengan bentuk derivatif kalimatnya. Secara tegas bahwa keberimanan seseorang harus paralel dengan aktualisasinya dalam kehidupan.

Dalam konteks ajaran Islam tentang perekonomian (iqtishadiyah), bekerja adalah modal dasar ajaran Islam itu sendiri. Sehingga disebutkan seorang muslim yang bekerja adalah orang mulia, sebab bekerja adalah bentuk ibadah yang merupakan kewajiban setiap orang yang mengaku mukmin. Tidak diciptakannya manusia melainkan untuk beribadah kepada Allah SWT (QS. 51: 56) haruslah dimaknai secara luas yakni melakukan aktualisasi diri dalam bidang/profesi/pekerjaan masing-masing dalam kerangka yang sah dan satu tujuan mencari ridha Allah SWT.

Seorang yang mengaku mukmin harus meyakini bahwa pekerjaan adalah sebuah kehormatan yang diberikan oleh zat yang maha kaya. Pekerjaan adalah mediasi yang diberikan Allah SWT kepada makhluknya untuk memenuhi kebutuhan dalam menjalani kehidupan. Sehingga tidak ada perbedaan jenis pekerjaan menurut Islam selama dalam “rel” yang halal. Islam memberikan batasan terhadap kebolehan (halal-haram) yang menyangkut zat pekerjaan dan sistem untuk melakukan pekerjaan. Karenanya Islam memaknai sebuah pekerjaan secara komprehensif yakni dari sisi sistem, aspek pertanggungjawaban (akutabilitas), jaminan serta kesulitan dalam pekerjaan.

Untuk itulah, Islam mempunyai norma hukum dalam ketenagakerjaan. Misalnya, larangan menghilangkan harta orang lain sehingga terjadinya kerugian. Maka Islam mempunyai hukum yang mewajibkan mengganti kerugian. Dengan demikian orang yang mengabaikan kewajiban untuk mengganti kerugian orang lain baik materil maupun immaterial dianggap telah melawan hukum. Demikian juga hukum dari sistem memberi upah (penggajian), hukum orang yang dinyatakan pailit dan seterusnya.
Hukum Ketenagakerjaan
Paling tidak, terdapat 360 ayat berbicara tentang “bekerja” dan 190 ayat lainnya berbicara tentang “berbuat” yang keseluruhannya meliputi hukum ketenagakerjaan menurut syariah. Sebagai norma dasar, Allah SWT menyuruh kita untuk melakukan pekerjaan yang baik agar memperolah ganjaran dan ampunanNya. Dimensi pekerjaan yang baik (‘amilusshalihat) sesungghnya sangatlah luas, seluas dari misi Islam itu sendiri, yakni sebagai rahmatallil ‘alamin. Dengan kata lain, pekerjaan dalam Islam haruslah mengacu kepada penegakan keadilan dan menjadi kebaikan (kemaslahatan) bagi seluruh alam.

Karenanya makna kebaikan tidak hanya diartikan secara sempit pada pekerjaan yang dapat menguntungkan atau menghasilkan laba yang banyak. Namun Islam mempunyai sistem bekerja yang mengacu kepada norma yang tidak saling merugikan. Dalam hal ini Islam telah mempunyai rumusan yang rapi dan sistematis untuk mengatur hubungan antara pekerja dengan pemberi kerja, hubungan pabrik (tempat bekerja) dengan lingkungan sekitar dan seluruh sistem roda pekerjaan yang terkait dengan itu harus mengacu kepada sistem yang adil dan membawa kebaikan kepada semua orang dan seluruh alam.

Motivasi bekerja
Sebelum berbicara lebih lanjut mengenai hukum ketenagakerjaan, hal yang paling mendasar dalam Islam adalah motivasi bekerja hanya untuk Allah SWT. Allah telah berjanji kepada orang yang beriman dan melakukan pekerjaan yang baik bahwa bagi mereka ampunan Allah dan ganjaran yang besar (QS. 6:9). Dalam ayat lain disebutkan. Orang-orang yang beriman dan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik, maka kami akan memasukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, janji Allah itu benar dan siapakah yang lebih benar perkataannya dibandingkan dengan Allah.

Ayat ini menunjukkan bahwa adanya motivasi kerja yang utuh dalam Islam. Motivasi bekerja untuk mendapatkan ampunan dan ganjaran Allah adalah motivasi terbesar bagi seorang muslim. Untuk itulah bekerja dalam Islam tidak berdiri di ruang hampa yang hanya mengejar “bonus duniawi” namun lebih dari itu “bonus yang tidak terhingga” telah dijanjikan Allah kepada pekerja keras.

Motivasi menjadi sangat penting disebabkan secara naluriah manusia mengharapkan imbalan dari perbuatan yang ia lakukukan. Sehingga sekeras apa pekerjaan yang ia lakukan, sebesar itu pula imbalan yang ia terima. Pemahaman terhadap ayat ini tidak hanya berorientasi kepada imbalan akhirat saja. Namun motivasi ini sesuai dengan hukum dunia, yakni seseorang akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan besarnya usaha yang ia lakukan. Selain itu, seorang muslim harus selalu mempunyai motivasi berkerja yang tanpa batas. Mengapa? Sebab meyakini adanya balasan yang setimpal dengan kerasnya suatu usaha yang dilakukan.

Motivasi dalam bekerja harus menjadi kuat jika terdapat keseimbangan antara kebutuhan manusia secara material dan spiritual (badaniah dan jiwa). Hai ini dapat terlihat dalam firman Allah SWT. Apabila kamu telah selesai melaksanakan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung. (QS. 62:10). Melalui ayat ini semakin lengkaplah konsep dasar motivasi bekerja dalam Islam.

Sebab, manusia memerlukan keseimbangan yang utuh antara kebutuhan spritual dan material dalam mengarungi kehidupan dunia. Dengan kata lain, motivasi bekerja akan kita dapatkan apabila kebutuhan jiwa kita telah terpenuhi dan seimbang melalui pendekatan kepada Allah melalui perintah sholat.
Selain itu, melakukan usaha setelah melakukan sholat menunjukkan keyakinan kita terhadap pemilik langit dan bumi serta isinya. Sehingga tidak ada kata “pesimistis” dan “apatis” dalam jiwa seorang muslim ketika menghadapi berbagai tantangan dan rintangan dalam melakukan usaha (bekerja). Artinya sebesar apapun kesulitan bahkan kegagalan yang terjadi pada usaha tidak akan menjadikan kita menjadi putus asa, sebab kita telah dekat dengan pemilik rizki (baca: Allah).

Untuk itulah, keseimbangan sangat penting dalam melakukan pekerjaan/usaha. Keseimbangan yang dimaksud adalah dalam proses melakukan usaha dan keseimbangan setelah melakukan usaha. Dalam bekerja dibutuhkan ketenangan dan konsentrasi penuh, sehingga pekerjaan yang dilakukan akan menghasilkan nilai maksimal, baik dalam melakukan merencanakan (planning), pengaturan (organizing), pelaksanaan (actuating) dan pengawasan (controlling). Wallahu’alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar